Lokasi Bahtera Nuh Setelah Banjir Besar

GUNUNG ARARAT TURKI
Penemuan Bangkai Kapal Nabi Nuh

Para ahli arkeologi menemukan sebuah tempat yang diperkirakan sebagai bangkai kapal Nabi Nuh.


Di Gunung Ararat, Turki ini, para peneliti meyakini sebagai tempat berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS saat banjir besar surut. Tampak model perahu yang dijadikan pusat penelitian.

B
agi umat islam yang pernah membaca sejarah 25 Nabi dan Rasul, pastinya mengetahui tentang kisah Nabi Nuh Alaihissalam. Ia diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya menyembah Allah. Dan selama lebih kurang 950 tahun, Nabi Nuh berdakwah kepada tiga generasi dari kaumnya. Dalam waktu yang panjang itu, Nabi Nuh AS hanya mendapatkan pengikut kurang dari 100 orang dan delapan anggota keluarganya (ada yang menyebutkan 70 orang dan 8 anggota keluarganya).
Padahal, Nabi Nuh AS telah berdakwah siang dan malam, namun kaumnya tak mau juga menerima kehadirannya sebagai rasul Allah. Hingga akhirnya Ia memohon kepada Allah agar kaumnya yang suka membangkang itu di beri peringatan. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT. Ia diperintahkan untuk membuat sebuah perahu besar (bahtera) sebagai persiapan bila siksa Allah berupa banjir besar datang.

Nuh diperintahkan untuk mengikutsertakan berbagai spesies binatang secara berpasang-pasangan, baik liar maupun jinak ke dalam perahunya. Setelah semuanya siap, pengikut Nabi Nuh dan hewan-hewan tersebut telah naik ke dalam bahtera itu, turunlah hujan yang sangat lebat hingga mengakibatkan banjir besar. Selain mereka yang berada di atas kapal, tak ada yang selamat dari banjir tersebut. Setelah beberapa lama berlayar di atas lautan banjir, air pun surut.
         Dan ketika banjir telah reda dan air telah surut, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar (berlabuh) di sebuah bukit yang tinggi (al-judy). Peristiwa ini secara lengkap terdapat dalam AlQuran surah Nuh [71]: 1-28; Hud[11]: 25-33, 40-48, dan 89.
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, “dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu berlabuh di atas bukit (judy) dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zhalim.” (QS. Hud [11]: 44)
Cerita serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya dalam AlQuran, seperti Al-Ankabut [29]:14-15, Al-Mu’minun [23]: 23-41, Asy-Syuara [26]: 105-122, Al-A’raf [7]: 59-69, dan Yunus [10]: 71-74.
           Peristiwa banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh ini, tidak hanya terdapat dalam AlQuran, tetapi juga ada dalam agama dan kebudayaan negeri lainnya. Dalam Injil (bible), kisah serupa juga terdapat dalam Genesis 6: 15, 7: 4-7, 8: 3-4, dan 8: 29. Begitu juga dalam Mitologi Sumeria, Akkadia, Babilonia, serta kebudayaan India, Wales, Lithuania, dan Cina. (lihat penjelasannya pada bagian artikel ini)
           Para peneliti arkeologi dari berbagai negara berlomba-lomba mengungkap kebenaran cerita itu dengan meneliti tempat berlabuhnya kapal Nuh tersebut. Bahkan seorang warga dari Belanda, Johan Huibers, membuat replika kapal Nabi Nuh beberapa tahun silam, proyeknya itu ia klaim sebagai pembuktian kesetiaan imannya kepada Tuhan dan ajaraNya.
Bukan hanya Huibers yang terinspirasi dari kisah Nabi Nuh. Tapi, cerita tentang bahtera Nabi Nuh telah beratus-ratus tahun menjadi inspirasi maupun perbincangan di kalangan awam, arkeolog, dan sejarawan dunia. Hingga mereka berusaha untuk menemukan bangkai atau sisa-sisa dari perahu Nuh itu. Sejumlah peneliti mengaku telah menemukan bukti-bukti tentang keberadaan kapal Nuh itu. Melalui penelitian selama beratu-ratus tahun dan mengamati hasil foto satelit, salah satu situs yang dipercaya sebagai jejak peninggalan kapal tersebut terletak di pegunungan Ararat, Turki yang berdekatan dengan perbatasan Iran.
      Pemerintah Turki mengklaim, bahwa setelah lebih dari 5000 tahun terpendam, bangkai kapal Nuh tersebut ditemukan pada 11 Agustus 1979 di wilayahnya. Bahkan, situs ini telah dibuka untuk umum dan menjadi objek wisata. Pemerintah Iran juga melakukan penyelidikan di Gunung Sabalan, 300 Km dari situs pertama.
          Seperti yang terlihat dari foto-foto lansiran situs www.noaharks-naxuan.com, di lokasi gunung Ararat, tampak sebuah bentuk simetris raksasa seperti cekungan perahu. Diduga tanah, debu, dan batuan vulkanis yang memiliki usia berbeda-beda, telah masuk ke dalam perahu tersebut selama ribuan tahun sehingga memadat dan membentuk seperti perahu. Disekitarnya ditemukan pula jangkar batu, reruntuhan bekas pemukiman, dan ukiran dari batu.
        Memanfaatkan peta satelit dari Google Earth, lokasi situs perahu Nabi Nuh itu terletak pada ketinggian sekitar 2.515 meter dari permukaan laut (dpl). Lokasinya berada di kaki bukit yang agak rata. Sedangkan di daerah sekitarnya terdapat lembah raksasa yang memiliki ketinggian jauh lebih rendah.
Berdasarkan hal ini, perahu Nabi Nuh diperkirakan mendarat pada saat banjir masih belum benar-benar surut. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi topografi di sekitar situs perahu Nabi Nuh sangat mendukung untuk terjadinya banjir besar.
       Keberadaan kapal Nuh di pegunungan Ararat itu diyakini para peneliti arkeologi sebagai penemuan paling heboh, selain Mumi Firaun. Sebab, penelitian itu telah dilakukan ratusan kali dengan melibatkan para pakar dan ahli geologi, arkeolog dan pesawat luar angkasa untuk mengawasi serta meneliti pegunungan Ararat. Dan ‘penemuan’ ini sangat berharga karena peristiwa itu terjadi lebih dari 5000 tahun yang lalu.
        Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan. Para peneliti percaya bahwa batu tersebut adalah drogue-stones. Pada zaman dulu, batu tersebut biasa dipakai pada bagian belakang perahu besar (kemudi) untuk menstabilkan perahu sewaktu berlayar. Para peneliti juga menemukan sesuatu yang tidak lazim pada batu tersebut, yaitu adanya molekul baja yang diperkirakan berusia ribuan tahun lalu dan dibuat oleh tangan manusia. Karena itu, mereka meyakini, tempat tersebut adalah jejak pendaratan perahu Nuh.
           Dari beberapa foto-foto yang dihasilkan, lokasi gunung Ararat ini memang menunjukan adanya sebuah perahu yang sangat besar. Ukuran perahu itu diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang sekitar 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki. Dalam situs www.worldwideflood.com juga dibahas secara lebih mendetil, mulai dari ukuran perahu, hewan yang naik ke kapal, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat perahu, dan lain sebagainya.
Baidawi, salah seorang peneliti muslim menjelaskan, ukuran kapal itu sekitar 300 hasta (50 meter dan luas 30 meter) dan terdiri dari tiga tingkat. Di tingkat pertama diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan. Lalu, pada tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung.
Ada juga yang berpendapat, kapal Nuh itu berukuran lebih luas dari sebuah lapangan sepak bola. Luas pada bagian dalamnya cukup untuk menampung ratusan ribu manusia (tinggi manusia jaman modern). Dan jarak dari satu tingkat ke tingkat lainnya mencapai 12 hingga 13 kaki. Dan hewan-hewan dari berbagai spesies itu jumlahnya diperkirakan mencapai puluhan ribu ekor.
Menurut Dr. Withcomb, dalam perahu itu terdapat sekitar 3.700 binatang mamalia, 8.600 jenis burung, 6.300 jenis reptilia, 2.500 jenis amfibi, dan sisanya umat Nabi Nuh. Adapun berat perahu tersebut diprediksi mencapai 24.300 ton.
Bahtera Nabi Nuh diperkirakan dibuat sekitar tahun 3465 SM. Dan beberapa berpendapat, perahu tersebut dibangun disebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah kawasan yang terletak di selatan Irak. Jika perahu itu dibangun di selatan Irak (tempat Nabi Nuh diutus) dan akhirnya terdampar di utara Turki, kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus air sejauh 560 km.
            Kebenaran penemuan itu, masih diperdebatkan banyak pihak. Namun, sejumlah peneliti percaya bahwa pegunungan Ararat adalah tempat berlabuhnya kapal Nuh. AlQuran tidak menyebutkan nama sebuah gunung kecuali nama al-judy, yang bermakna sebuah tempat yang tinggi.
Pegunungan Ararat dikenal sebagai gunung yang unik di Turki. Keunikannya, hampir setiap hari akan terlihat pelangi dari sebelah utara puncak gunung.

pegunungan Ararat ini dikenal pula sebagai salah satu gunung yang memiliki puncak terluas di dunia dan tertinggi di Turki. Puncak tertingginya mencapai 16,984 kaki dari permukaan laut, sedangkan puncak kecilnya setinggi 12.806 kaki. Jika seseorang berhasil menaklukkan pucak besarnya, mereka akan menyaksikan empat wilayah Negara, yaitu Rusia, Iran, Irak, dan Turki.

Kontroversi Seputar Banjir Besar
    Para ahli dan peneliti sepakat bahwa banjir besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh benar-benar ada. Bahkan dalam berbagai agama dan kepercayaan, menceritakan kisah banjir besar yang melanda umat Nabi Nuh.
      Perbedaaan pendapat muncul seputar peristiwa itu. Setidaknya ada dua hal yang kini menjadi kontroversi. Pertama, benarkah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia? Dan, Kedua, apakah seluruh jenis hewan (masing-masing sepasang) yang ada di muka bumi ini naik ke bahtera Nabi Nuh AS, termasuk jinak dan liar?

Banjir Domestik
      Umat Nabi Nuh ditenggelamkan dengan sebuah banjir yang sangat besar karena mereka membangkang atas ajakan Nabi Nuh untuk beriman kepada Allah. Berapa besarnya dan seberapa luasnya banjir itu terjadi masih diperselisihkan .
Setidaknya, ada dua persoalan besar yang menjadi perselisihan kalangan ulama maupun ahli arkeologi mengenai banjir besar ini. Kedua persoalan besar itu adalah apakah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia (global), atau terbatas pada wilayah tertentu (lokal/domestik), yakni di wilayah tempat Nabi Nuh AS berdakwah kepada kaumnya.
       Tak mudah menjawab pertanyaan itu. Sebab, untuk membedahnya secara lebih lengkap, dibutuhkan data empiris dalam berbagai bidang ilmu, seperti geologi, arkeologi, sejarah, astronomi, geografi, termasuk keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab agama. Yang sudah sangat jelas adalah kapal atau bahtera Nabi Nuh itu dipercaya telah ditemukan, tepatnya di atas Gunung Ararat diperbatasan antara Turki dan Iran pada ketinggian sekitar 2.515 dpl. Pada 11 Agustus 1979.
      Ada yang berpendapat, banjir besar itu melanda seluruh dunia sehingga tidak ada satu binatang atau seorang manusia pun yang selamat, kecuali yang berada di atas kapal tersebut.
Di dalam AlQuran maupun bible menyebutkan kaum Nuh dibinasakan dengan sebuah banjir besar. Sebagian ulama ataupun pemerhati sains dan teknologi menyatakan banjir besar itu adalah banjir global yang menenggelamkan seluruh dunia. Penganut Kristen dan Katholik, mempercayai peristiwa itu terjadi secara global. Hal ini dimuat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menyatakan terjadinya banjir bersifat global. Pendapat ini diperkuat dengan keterangan dari Genesis 7:4 yang menyatakan “Untuk selama tujuh hari, Aku akan menyebabkan hujan di bumi, 40 hari dan 40 malam dan setiap makhluk hidup yang telah Aku ciptakan, akan Aku binasakan di permukaan bumi”.
            Dalam AlQuran disebutkan:
Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (QS. Nuh [71]: 26-27)
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir".
Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. Hud [11]: 43)

            Bagi kelompok yang menyatakan banjir global, kalimat “dibinasakannya seluruh orang kafir dari muka bumi” dan besarnya banjir yang “gelombangnya laksana gunung” itu, menandakan banjir itu adalah banjir global yang menenggelamkan seluruh dunia. Mereka mendasarkan pendapatnya pada ayat 42-43 surah Hud [11] dan doa Nabi Nuh AS di atas.
            Kelompok yang mendukung pendapat ini menunjukan data dan bukti berupa penemua fosil-fosil gajah purba (mammoth). Menurut mereka, fosil mammoth itu ikut musnah ketika banjir terjadi. Fosil itu diantaranya ditemukan di Siberia pada 2 juli 2007 lalu, juga pada 24 juni 1977. Dan fosil mammoth yang lebih besar (dewasa) membeku di kutub utara. Menurut hasil penelitian, fosil-fosil gajah purba itu diperkirakan berusia sekitar 10 ribu tahun.
Pendapat ini juga didukung salah seorang penulis Indonesia yang bernama H. Sumar, pemerhati Alquran dan sains. Menurutnya peristiwa itu terjadi sekitar 10 ribu tahun yang lalu dengan bukti berupa musnahnya mammoth di Siberia itu. Ahmad Bahjat, penulis buku Sejarah Nabi-nabi Allah, menyatakan, banjir itu adalah banjir global.
            Namun, pendapat ini dibantah pihak lain. Harun Yahya, penulis buku Kisah-Kisah dalam Alquran dan Jejak-Jejak Bangsa Terdahulu, maupun dalam situs www.bangsamusnah.com, menyatakan banjir tersebut hanya terjadi di wilayah tertentu, yakni ditempat umat Nabi Nuh berada (domestik), dan tidak terjadi secara global yang menenggelamkan dunia. Ia mendasarkan pendapatnya ini dengan peristiwa yang menimpa kaum ‘Ad dan Tsamud.
Menurut kelompok yang menyatakan banjir di zaman Nabi Nuh AS sebagai banjir domestik (lokal), berdasarkan keterangan ayat AlQuran juga. Diantaranya QS. Ar-Ra’du[13]:17; An-Nahl[16]:36, 84, 89; Al-Mu’minun[23]:44; An-Nisa[4]:41; dan Yunus[10]:47. Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang adanya rasul yang diutus oleh Allah pada setiap umat.
Menurut kelompok ini pada zaman Nabi Nuh AS, ada nabi dan rasul lain yang hidup sezaman dengannya. Namun wilayahnya berjauhan dan tidak hanya berada di negara-negara Timur Tengah saja.
Contoh nabi dan rasul yang hidup sezaman adalah Nabi Ibrahim dengan Nabi Luth, Ismail dan Ishak. Lalu, Nabi Ya’kub sezaman dengan Nabi Yusuf. Nabi Musa hidup sezaman dengan Harun dan Nabi Syuaib, Nabi Zakaria sezaman dengan Yahya, serta lainnya. Karena itu, menurut kelompok ini, banjir besar itu hanya menimpa umatnya Nabi Nuh saja.
Lalu siapakah nabi yang kira-kira hidup sezaman dengan Nabi Nuh? Inilah yang perlu dilacak kembali. Sebab berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, jumlah nabi sebanyak 124 ribu orang dan rasul berjumlah 313 orang. Syekh Ahmad Marzuqy al-Jawi Al-Bantani dalam kitab Syarah Nur al-Zhalam, juga menyebutkan jumlah Nabi dan Rasul seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi pertama adalah Adam AS, sedangkan penutup nabi dan rasul adalah Muhammad SAW. AlQuran menyebutkan, jumlah nabi dan rasul itu sangat banyak dan hanya sebagian saja yang disebutkan dalam Alquran.

“Dan, Sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu” (QS. Al-Mu’min [40]: 78).

          Bila jumlah nabi dan rasul itu dibagi dengan masa hidup para nabi dan rasul sejak Nabi Adam hingga Rasulullah SAW (5872 SM. – 571 M.), setidaknya setiap tahun, terdapat sekitar 19-20 orang nabi dan rasul yang diutus Allah untuk mengajak umat manusia agar beriman dan menyembah Allah.   
            Sejumlah ahli tafsir dan beberapa penulis buku kisah para nabi dan rasul, seperti Ibnu Katsir (Qishash al-Anbiya’) dan Afif Abdul Fatah menyatakan, banjir itu adalah banjir lokal dan hanya umat Nabi Nuh yang dibinasakan. Argumentasinya diperkuat dengan penjelasan bahwa berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi terhadap banjir besar itu, perisitiwa itu terjadi di wilayah Mesopotamia yang meliputi wilayah Turki, Iran, Irak, dan Rusia.
Karena daerah itu berupa cekungan raksasa yang luasnya mencapai 9 hingga 10 juta hektar, atau sekitar 70 persen dari luas Pulau Jawa. Sehingga banjir tersebut besarnya bisa disamakan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5.000 meter, tidak akan akan tampak pada jarak 250 kilometer.
Dari hasil citra satelit, lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat dilacak dengan membuat garis ketinggian , dan menelusuri level yang sama dengan level lokasi perahu ditemukan. Dari sana diketahui luas area banjir sekitar empat juta hektar, sedangkan panjang lingkup banjir sekitar 560 km.
           Kelompok kedua ini juga berpendapat, suatu kaum tidak akan dibinasakan sebelum Allah mengutus seorang rasul diantara mereka, untuk menerangkan ayat-ayat Allah dan memberikan peringatan.

Dan, tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS. Al-Qashash [28]: 59)

            Harun Yahya juga menegaskan, banjir besar menimpa umat Nabi Nuh merupakan banjir domestik dan bukan banjir global yang menenggelamkan seluruh dunia. Dalam AlQuran disebutkan, Nabi Nuh memohon kepada Allah agar orang-orang yang tak beriman dan mendustakan dirinya sebagai rasul Allah itu dibinasakan saja

“Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.
Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh [71]: 25-27)
           
      Ibnu Katsir dalam bukunya Qishash al-Anbiya’ menyatakan, doa Nabi Nuh AS itu hanya ditujukan untuk umatnya saja, dan bukan keseluruhan umat manusia. Selain itu, umat yang mendiami bumi ini juga terbatas, dan belum merata seperti sekarang ini.

Enam Ribu Tahun Lalu
Kelompok yang menyatakan banjir Nuh ini sebagai banjir domestik (lokal) juga berpendapat bahwa banjir itu terjadi hanya sekitar 6000 tahun yang lalu, bukan 10 ribu tahun lalu. Nabi Nuh hidup antara tahun 3993-3043 SM (950 tahun), atau sekitar 6000 tahun lalu.
Dalam berbagai literatur disebutkan, Nabi Adam AS diperkirakan hidup sekitar tahun 5872 SM atau sekitar 7.800 tahun lalu, dan Nabi Nuh AS hidup pada 4000 SM atau 6000 tahun lalu. Menurut sebagian riwayat, termasuk dalam bible, pada saat banjir besar terjadi, Nabi Nuh berusia sekitar 600 tahun dari total usianya yang mencapai 950 tahun.
Berdasarkan data itu, peristiwa banjir besar ini diperkirakan terjadi 5.400 tahun yang lalu atau sekitar tahun 3.400 SM. Dalam buku Atlas Sejarah Nabi dan Rasul karya Sami bin Abdullah al-Maghluts, secara lengkap diterangkan masa kehidupan dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. (terdapat dalam table di artikel ini).
Tentu menarik dicermati, pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi sekitar 10 ribu tahun yang lalu, dengan bukti musnahnya mammoth (gajah purba) yang diperkirakan telah ada sekitar 10 ribu tahun lalu sebelum banjir besar terjadi. Tentunya, bila benar seperti itu, berarti peristiwa itu terjadi sebelum zamannya Nabi Adam AS. Sebab, Nabi Nuh dan Nabi Adam hidup sekitar 6000 tahun dan 8000 tahun yang lalu.
Penelitian arkeologi di sekitar Timur Tengah menunjukan bukti sedimen dan endapan Lumpur tua, yang membuktikan memang pernah terjadi air bah luar biasa, yaitu meluapnya dua sungai besar, Eufrat dan Tigris, persisnya pada 4000 tahun SM, atau sezaman dengan masa hidup Nuh. Wa Allahu A’lam

Sebagian Binatang
           Sama halnya dengan banjir besar terjadi secara regional atau global, para ahli juga berbeda pendapat dengan binatang atau hewan yang naik ke kapal Nabi Nuh AS.
Pendapat pertama, menyatakan seluruh hewan atau binatang yang ada dimuka bumi naik ke atas kapal secara berpasang-pasangan, baik jinak maupun liar.
Pendapat kedua, menyatakan hanya sebagian hewan saja yang naik ke kapala Nabi Nuh AS, baik jinak maupun liar. Penjelasan mengenai agar hewan dinaikkan hanya sepasang, mengindikasikan tidak semuanya dinaikkan ke kapal.
           Sementara itu, H. Sumar berpendapat, hewan yang dinaikkan ke kapal Nabi Nuh AS. hanya sebatas pada binatang ternak dan jinak saja, dan tidak ada hewan liar atau binatang buas seperti ular, singa, harimau, buaya, dan lainnya.
         Namun, banyak ahli yang menyatakan, hewan yang naik ke bahtera Nabi Nuh adalah semua jenis hewan, masing-masing sepasang (jantan dan betina), buas maupun jinak. para ahli berpendapat tidak semua hewan dinaikkan ke bahtera itu, sebab ada hewan yang keberadaannya tidak ditemukan di tempat lain. Misalnya, pada hanya ada di Cina, Kangguru di Australia, Bison di Amerika, dan Komodo di Indonesia.
           Sejumlah pakar menyebutkan, jika seluruh hewan dan binatang naik ke perahu, bagaimana mungkin Bison yang ada di Amerika, Komodo di Indonesia, Kangguru di Australia, Panda di Cina bisa berkumpul dalam waktu singkat ke dalam perahu Nabi Nuh. Selain itu, bagaimana mengumpulkan berbagai jenis serangga, semut, nyamuk, laba-laba dan lainnya secara berpasangan.
Sementara itu, umat Nabi Nuh AS. belum diberi kemampuan untuk membedakan jenis kelamin serangga antara jantan dan betina yang jumlahnya mencapai ribuan jenis itu. Wa Allahu A’lam

TABEL I
PERKIRAAN MASA HIDUP NABI DAN RASUL
   Nabi                          Tahun
Adam                 5872 – 4942 SM
Idris                    4533 – 4188 SM
Nuh                    3933 – 3043 SM
Hud                    2450 – 2320 SM
Saleh                  2150 – 2080 SM
Ibrahim               1997 – 1822 SM
Luth                   1950 – 1870 SM
Ismail                 1911 – 1774 SM
Ishak                 1897 -  1717 SM
Ya’kub               1837 – 1690 SM
Yusuf                 1745 – 1635 SM
Syuaib               1600 – 1490 SM
Ayub                 1540 – 1420 SM
Zulkifli               1500 – 1425 SM
Musa                 1527 – 1407 SM
Harun                1531 – 1408 SM
Daud                 1041 –   971 SM
Sulaiman             989 –   931 SM
Ilyas                   910 –   850 SM
Ilyasa                  885 –   795 SM
Yunus                  820 –  750 SM
Zakaria                 91 –         1 M
Yahya               31 SM –      1 M
Isa                      1 SM –    32 M
Muhammad         571 –    632 M
Sumber: Buku Atlas Sejarah Nabi dan Rasul – Sami bin Abdullah Al-Maghluts

 # Banjir Besar Dalam Kebudayaan Dunia
         Dalam AlQuran dijelaskan, Allah menciptakan umat manusia (Adam) untuk menjadi khalifah (pengelola) bumi dan seisinya. Allah menciptakan manusia agar berbakti dan beribadah hanya kepada-Nya. Dan mereka yang ingkar, mendustakan ayat-ayat Allah dan berbuat kerusakan di muka bumi maka siap-siap untuk menerima adzab Allah atas perbuatan mereka.
        Peristiwa banjir besar dan ditenggelamkannya umat Nabi Nuh AS merupakan bukti nyata kemurkaan Allah SWT atas kaum yang mendustakan ayat-ayat dan rasul-Nya. Kendati sudah diajak selama ratusan tahun untuk menyembah Allah Yang Esa, namun kaumnya tetap mengingkari dan enggan mengikutinya. Maka sebagai akibatnya, Allah menurunkan bencana dan siksa bagi kaum yang tidak beriman tersebut.
Sementara mereka yang beriman, Allah akan senantiasa memberikan pertolongan dan rahmat-Nya. Itulah balasan bagi orang yang selalu berbuat baik dan beriman kepada Allah.
         Peristiwa banjir besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh AS atau yang serupa dengan kisah tersebut, juga terdapat dalam kitab suci agama lain dan sejarah kebudayaan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa itu benar-benar telah terjadi di bumi. Berikut berbagai versi tentang peristiwa banjir besar tersebut.

Versi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
          Tuhan memerintahkan kepada Nuh bahwa semua orang, kecuali para pengikutnya, akan dihancurkan karena bumi telah oenuh dengan berbagai macam tindak kekerasan. Tuhan memerintahkan mereka untuk membuat sebuah perahu dan menyebutkan secara detail bagaimana cara mengerjakannya. Tuhan juga mengatakan kepadanya untuk membawa serta keluarganya, tiga anaknya, istri-istri anaknya, dua dari setiap mahkluk hidup (sepasang), dan berbagai persediaan bahan pangan.
          Tujuh hari kemudian, terjadilah banjir besar yang berlangsung selama 40 hari 40 malam. Setelah air surut, perahu itu berlabuh di puncak gunung Ararat (Agri)

Babilonia
           Ut-Napishtim adalah persamaan tokoh bangsa Babilonia terhadap pahlawan dalam peristiwa banjir dalam kisah bangsa Sumeria, yaitu Ziusudra. Tokoh penting yang lain adalah Gilgamesh.
Menurut legenda, Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya agar mengungkapkan rahasia kehidupan yang abadi. Ia melakukan sebuah perjalanan yang menantang bahaya. Ia diperintahkan supaya melakukan perjalanan melewati “Gunung Mashu dan Air Kematian”, dan sebuah perjalanan yang hanya dapat diselesaikan oleh seorang anak tuhan bernama Shamash.
Gilgamesh bertanya kepada Ut-Napishtim bagaimana ia dapat memperoleh keabadian. Lalu, Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah tentang banjir sebagai jawaban atas pertanyaannya. Banjir juga diceritakan dalam kisah Duabelas Meja (twelve tables) yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh

India
       Dalam epik India yang berjudul Shatapa Brahmana dan Mahabharata, seseorang yang disebut dengan Manu diselamatkan dari banjir bersama dengan Rishiz.
      Menurut legenda, seekor ikan yang ditangkap dan diselamatkan oleh Manu, tiba-tiba berubah menjad besar dan mengatakan kepadanya untuk membuat sebuah perahu dan mengikatkan perahu tersebut ke tanduknya. Ikan ini dilambangkan sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu. Lalu, ikan tersebut menuntun kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara ke Gunung Hismavat.

Wales
      Menurut legenda Welsh dikatakan, Dwynwen dan Dwfach sekamat dari bencana yang besar dengan sebuah perahu. Ketika banjir yang amat mengerikan terjadi setelah meluapnya Llynllion, yang disebut dengan Danau Gelombang. Setelah selamat, keduanya kemudian kembali dan menghuni daratan Inggris.

Cina
       Sumber di bangsa Cina menghubungkan cerita ini dengan seseorang yang dipanggil dengan nama Yao bersama dengan tujuh orang lain, atau Fa Li bersama dengan istri dan anak-anaknya. Mereka diselamatkan dari bencana banjir dan gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Disni dikatakan, “Dunia semuanya berada dalam kehancuran. Air menyembur dan menutupi semua tempat”. Akhirnya, air surut.

Lithuania
        Diceritakan bahwa beberapa pasang manusia dan binatang, diselmatkan dengan berlindung di puncak permukaan gunung yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung selama 12 hari 12 malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung, dan hampir akan menenggelamkan yang ada di atas puncak gunung tersebut, Sang Pencipta melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka. Sehingga, mereka yang berada di atas gunung tersebut diselamtkan dari bencana dengan berlayar didalam kulit kacang raksasa ini.

Yunani
        Dewa Zeus memutuskan untuk menghancurkan orang-orang yang semakian berbuat kesesatan setiap saat memlalui sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya, Pyrrha, yang diselamatkan dari banjir karena ayah Deucalion sebe;umnya telah menyarankan anaknya untuk membuat sebuah bahtera. Pasangan ini turun ke Gunung Parnassis pada hari kesembilan setelah turun dari bahtera.

Skandinavia
         Legenda Nordic Edda menyebutkan tentang Bergalmir dan istrinya, yang selamat dari banjir dengan sebuah kapal besar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites