MASJID AL-AQSHA
Tempat Suci Umat Tiga Agama
Masjid ini memiliki sejarah penting dalam dakwah Islam
M
|
asjid Al-Aqsha yang berada di Kota Palestina, merupakan salah satu tempat kebanggan umat muslim di seluruh dunia. Sebab Rasulullah SAW pernah menyinggahi tempat ini saat perjalanan Isra dan Mi’raj untuk menerima perintah shalat lima waktu. (QS Al-Isra [17]: 1). Dan sejarah telah mencatat, bagaimana peristiwa Isra dan Mi’raj itu berlangsung.
Masjid Al-Aqsha menjadi tempat suci ketiga umat muslim setelah Masjid Al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Hal ini juga diakui oleh Karen Amstrong dalam bukunya yang berjudul Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman.
Sebelum melaksanakan Mi’raj (naik ke langit), Rasulullah SAW melaksanakan shalat sunnat di Masjid Al-Aqsha. Selain itu Masjid Al-Aqsha juga pernah menjadi kiblat pertama umat islam sebelum akhirnya datang perintah Allah kepada Rasullah SAW untuk menghadap kiblat ke Baitullah (Ka’bah) di Makkah. (QS Al-Baqarah [2]: 142-145). Tentu menjadi sebuah pertanyaan besar baik di kalangan umat islam maupun umat lainnya, mengapa Rasulullah SAW justru melaksanakan Mi’raj dari Masjid Al-Aqsha? Mengapa tidak dari Masjid Al-Haram? Mengapa dulunya saat melaksanakan shalat, Rasulullah menghadap ke Baitul Maqdis (Al-Aqsha)? Dan tentunya masih banyak pertanyaan lainnya.
Oleh karena itu, begitu penting bagi umat islam untuk mengetahui hal tersebut. Dalam beberapa keterangan disebutkan, ketika Allah memerintahkan perintah shalat menghadap Masjidil Aqsha, hal itu dimaksudkan untuk menghadap ke tempat yang suci, bebas dari berbagai macam berhala dan sesembahan. Ketika itu kondisi Masjid Al-Haram yang merupakan tempat keberangkatan Isra dan Mi’raj belum berupa bangunan masjid. Sebab, kala itu masih dipenuhi berhala-berhala yang jumlahnya mencapai 309 buah dan selalu disembah oleh orang Arab sebelum kedatangan islam, sehingga dibawah dominasi kekufuran seperti itu, Rasulullah SAW belum bisa menunaikan ibadah shalat di tempat tersebut.
Selain itu, bila Rasululla SAW saat itu melaksanakan shalat dengan menghadap ke Masjid Al-Haram, maka hal itu akan menjadi kebanggan bagi kaum kafir Quraisy bahwa Rasulullah seolah mengakui berhala-berhala mereka sebagai tuhan. Inilah salah satu hikmah diperintahkannya shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Al-Aqsha).
Dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 142, Allah SWT menjelaskan mengapa perpindahan itu dilakukan sewaktu Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, sekitar 16-17 bulan setelah hijrah itu, Allah memerintahkan Rasullah untuk menghadapkan wajahnya ke Masjid Al-Haram (Ka’bah). Perpindahan ini dimaksudkan, bahwa ibadah shalat itu bukan semata-mata menghadap Masjid Al-Haram atau Al-Aqsha sebagai tujuan, melainkan menghadapkan diri pada Allah. Dan Ka’bah sebagai pemersatu umat islam di seluruh dunia dalam menentukan arah kiblat.
Sama seperti Al-Aqsha yang juga belum berupa bangunan masjid ketika itu, dan al-Shakhra masih berupa gundukan tanah yang dipenuhi dengan debu. Adapun hikmah dibalik penyebutan Allah terhadap Al-Haram dan Al-Aqsha sebagai masjid (sebagaimana surah al-Isra’ [17] ayat 1), adalah untuk menunjukan pada umat islam bahwa semua itu merupakan mukjizat yang akan datang dan terwujud seiring dengan berjalannya waktu sebagaimana sekarang ini, keduanya telah menjadi Masjid.
Dibangun Nabi Ya’kub
Selain Masjid Al-Aqsha di Palestina (Jerusalem), tempat ini menjadi sangat istimewa karena di kota ini beberapa Rasul terdahulu menerima wahyu daru Sang Khalik. Syahdan, kali pertama Jerusalem dibangun Nabi Daud AS setelah menguasai kota itu dari masyarakat Yebusit. Nabi Daud lalu mengembangkan dan menjadikan Jerusalem sebagai ibu kota kerajaannya.
Tahta kerajaan nabi Daud lalu digantikan Nabi Sulaiman AS. Di kota itu, Nabi Sulaiman membangun sebuah Haekal atau Harem Syarief (tempat yang mulia) yang lengkap dengan singgasananya. Para ahli sejarah Yahudi menyatakan, Nabi Sulaiman membangun kuil yang bernama Baitallah.
Haikal atau Baitallah itu menjadi tempat beribadah umat Yahudi pertama yang indah dan megah. Di tengah haekal itulah terdapat sebuah batu hitam bernama Sakhrah Muqaddasah. Berlandaskan batu itulah Rasulullah SAW melanjutkan Mi’raj menghadap Sang Pencipta untuk menerima perintah shalat.
Namun Hanafi al-Mahlawi, dalam bukunya Al-Amakin Al-Masyhuriyah fi Hayati Muhammad SAW, (Harum Semerbak Tempat-tempat Bersejarah yang dikunjungi Rasulullah SAW), menyatakan, jauh sebelum Nabi Sulaiman membangun Haikal tersebut, Nabi Ya’kub AS (nenek moyang Sulaiman AS) telah membangun sebuah masjid di Palestina yaitu Masjid Al-Aqsha.
Masjid Al-Aqsha pertama kali dibangun oleh Nabi Ya’kub AS dan direnovasi oleh Nabi Daud AS kemudian disempurnakan oleh Nabi Sulaiman AS. Masjid Al-Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun diatas dunia ini setelah Masjid al-Haram (Makkah).
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim menyebutkan, Abu Dzar RA meriwayatkan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW tentang masjid pertama yang dibangun di muka bumi, Rasul menjawab: “Masjid Al-Haram”. Abu Dzar RA bertanya lagi “Selanjutnya masjid apa?”, beliau menjawab “Masjid Al-Aqsha”, Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama jarak pembangunan keduanya?”, Rasulullah berkata: “40 tahun.” Lalu Allah menjadikan bumi ini bagi kalian sebagai masjid. Oleh karena itu, kapanpun waktu shalat, lakukanlah shalat di atasnya, karena dia memiliki keutamaan.”
Dalam beberapa keterangan, Masjid Al-Aqsha pertama kali dibangun pada sekitar 2500 tahun sebelum masehi (2500 SM.)
Tempat Bersejarah di Masjid Al-Aqsha
Masjid Al-Aqsha merupakan masjid kebanggan umat islam selain Masjid Al-Haram di Makkah. Dan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid Al-Aqsha merupakan kiblat umat islam pertama, sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk memindahkan kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram. Selain itu, Rasul SAW pernah melaksanakan shalat dua rakaat saat menjalankan Isra dan Mi’raj sebelum naik ke langit untuk menerima perintah shalat lima waktu.
Di dalam Masjid Al-Aqsha terdapat sejumlah tempat yang bersejarah, antara lain:
1. Menara Bab al-Ashbath
Bangunan ini terletak di sebelah utara Al-Aqsha antara gerbang Hittah dan gerbang al-Ashbath. Bangunan ini didirikan pada zaman Sultan al-Mulk al-Asyraf Sya’ban (764-778 H/1363-1376 M) yang dipimpin oleh gubernur Saifuddin Qatlubigo tahun 769 H/1367 M. hal ini diketahui dari prasasti yang ada disana.
2. Qubbah al-Silsilah
Bangunan ini terletak beberapa meter di sebelah timur Qubbah Shakhra (kubah batu). Qubbah al-Silsilah ini dibangun oleh kekhalifahan Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-68 H/507-685 M). sedangkan Qubbah Shakhra dibangun antara 66-72 H oleh Khalifah yang sama.
Kubah ini berdiri diatas bangunan segi enam yang ditopang oleh enam tiang. Bangunan ini dikelilingi oleh serambi yang terdiri dari 11 segi dan berada diatas 11 tiang yang kokoh sebagaimana mihrab yang berada diatasnya.
Dinamakan Qubbah al-Silsilah yang berarti ‘Kubah Rangkaian’ karena adanya rangkaian cahaya yang tergantung didalamnya serta bisa dilihat dari luar. Rangkaian cahaya ini tergantung antara langit dan bumi. Bangunan ini pernah direnovasi sebanyak dua kali, yaitu pada masa kerajaan Mamlukiyah dan kekhalifahan Ustmaniyah, yaitu masa Sultan al-Malik al-Dzahir Bebres (658-676 H) dan Sultan Sulaiman al-Qanuni (926-974 H).
3. Menara Gerbang Silsilah
Bangunan ini terletak di sebelah barat Al-Haram al-Syarief (Al-Aqsha) antara Gerbang Silsilah dan Sekolah al-Asyrafiyah. Bangunan ini didirikan pada zaman Sultan al-Nashir Muhammad bin Qalawan, tepatnya tahun ketiga dari kesultanannya (741-809 H/1309-1340 M) berdasarkan perintah dari Sultan al-Malik al-Nashir pada tahun 730 H/1329 M. sebagaimana tertulis pada prasastinya.
4. Menara al-Magharibah
Bangunan ini terletak di bagian barat daya dari Al-Haram al-Syarief al-Qudsiyyah. Menara ini terkenal dengan kemegahannya yang dibangun oleh Hakim Syarifuddin Abdurrahman bin al-Shahib, salah seorang menteri dari Sultan Fakhruddin al-Khalily. Bangunan ini pad amasa keemasannya Syarifuddin sebagai penjaga Al-Haramain al-Syarifayn (al-Quds dan Hebron) tahun 677 H.
5. Qubbah Mi’raj
Bangunan ini terletak di sebelah barat Qubbah al-Shakhra agak miring ke sebelah utara. Bagunan ini didirikan pada masa kesultanan al-Ayubiyah tepatnya pada masa Sultan al-Amlik al-Adil Saifuddin Abi Bakar (596-615 H/1200-1218 M) atas perintah Amir al-Zanjili, walikota al-Quds, sebagaimana tertulis pada prasasti di sebelah pintu masuk utama.
6. Qubbah Nahwiyyah
Qubbah ini terletak di pojok barat daya Qubbah al-Shakra, dan dibangun pada zaman al-Ayubiyyah tepatnya pada masa Sultan Malik Isa tahun 604 H/1207 M. dulu bangunan ini merupakan tempat belajar bahasa arab, karena Sultan malik Isa terkenal dengan kecintaannya pada bahasa arab. Demikian tertulis pada prasasti yang terdapat dalam qubbah tersebut.
Qubbah ini terdiri atas dua ruangan dan satu aula yang memanjang yang bisa dimasuki dari pintu utama. Ruangan ini dihiasi dengan ukiran-ukiran pepohonan, demikian juga dengan tiang-tiangnya yang kokoh dan dihiasi dengan berbagai ukiran yang menunjukan bangunan ini didirikan pada dua zaman Sahlibiyah dan Ayubiyah.
7. Mimbar Masjid
Bangunan ini dibuat atas perintah Syekh Nuruddin Zanki yang dihadiahkan kepada Salahuddin al-Ayyubi atas keberhasilannya membebaskan palestina dari cengkeraman tentara Israel.
Al-Shakhra – Batu Tambatan Buraq
Salah satu poin penting yang terjadi dalam peristiwa Isra dan Mi’raj Rasulullah SAW adalah tempat berpijaknya kaki Rasulullah saat akan naik ke langit dan menaiki Buraq (kendaraan yang membawa Rasulullah dan Malaikat Jibril, sejenis baghal yang lebih kecil dari kuda namun lebih besar dari keledai), yaitu sebuah batu di (al-Shakhra).
Batu itu terletak di sekitar Masjid al-Shakhra (kubah batu) yang juga dijuluki dengan nama Dome of Rock. Masjid ini dibangun oleh Khalid bin Walid atas perintah Khalifah Umar bin Khattab RA, pada tahun 15 H/636 M, ketika tentara islam berhasil menaklukan Palestina (Jerusalem) dari tangan Israel, karenanya ada pula yang menyebutnya dengan nama Masjid Umar, dan hingga kini batu itu tersimpan dengan baik didalam Masjid Kubah Batu tersebut.
Banyak pihak yang mengaitkan batu tempat berpijak kaki Rasulullah SAW dan tambatan buraq tersebut dengan cerita mistik, yaitu batu terapung. Konon disebutkan batu itu juga dulunya ingin ikut naik bersama Rasulullah SAW, namun beliau melarangnya. Karena sudah sempat naik (mengambang) dan Rasulullah memerintahkannya berhenti sehingga menjadi terapung.
Cerita ini diungkapkan oleh banyak pihak untuk merusak keimanan umat islam. Bahkan di internet banyak beredar foto-foto batu yang seolah terapung (mengambang di udara). Dan ternyata foto ‘mengambang’ itu merupakan hasil rekayasa.
Wa Allahu A’lam.